Sunday, 20 September 2015

203 #6

Trotoar. Penjual berjejeran. Tangan bergandengan. Kaki beriringan. Tawa menggelak. Senyum meranum. Kasih memutih. Ikatan mengikat. Eskrim. Pengamen. PopMie. Kopi. Melanie Soebono. Tukik. Terik. Siang. Kasih sayang.

Bali-nya adalah Bali-ku. Bali kami bukan Bali mereka.

Ketika orang-orang asik mencari rindang pohon. Ia mengajakku berpanas-panas ria, "Ayo kita cari Bali-nya Bali."
Ketika orang-orang asik makan Bakso Jowo dan Lunpia. Kami berpikiran sama, "Adoh-adoh ning Bali tukune Bakso Jowo karo Lunpia?"
Ketika orang-orang sepakat dengan anggapan, "Tali jika diikat terlalu erat akan terasa sakit." Ia patahkan teori tersebut tanpa ampun, "Bergantung bagaimana caramu mengikat. Bergantung bagaimana caramu menggenggam. Kalau caramu benar, teori-teori tahi kucing itu benar-benar hanya akan menjadi tahi kucing yang dikubur pasir."

Lagi-lagi aku gemas dibuatnya.

"Aku menikmati setiap detik kebersamaan kita. Kau cipta bahagia yang sedemikian rupa. Aku menikmati layaknya seorang anak SD dengan lolipop di tangan. Tak membiarkannya kotor, tak membiarkannya jatuh, tak merelakannya berpindah tangan. 
Tetaplah manis dan menyenangkan. Kau tahu aku suka dijejal bahagia sebanyak-banyaknya tanpa takut mual karena porsi yang tak biasa."

Jalan Poppies II, Kuta, Denpasar, Bali.
September, 2015.
Share:

0 comments: