Sunday, 24 July 2016

Gali Kenangan Era 90-an Lewat Dolanan Tradisional


  • Forkom PSP Peringati Hari Anak Nasional (HAN)



“Gundul gundul pacul cul gelelengan,
Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan,
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar,
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar.”
Lagu rakyat sejak zaman Sunan Kalijaga ini mengalun dari loudspeaker yang ada di depan gedung Dekranasda Jawa Tengah Jalan Pahlawan No.8 arena Car Free Day (CFD), Minggu (24/7) pagi.
Sejumlah anak, kalangan dewasa maupun orang tua tengah asyik bermain sprentel (lompat tali), egrang, bakiak, dinoboy, engklek, bekel, dakon, gasing, hingga yoyo.
Diantara mereka ada yang beberapa kali mengulang permainan karena gagal, seperti egrang, dinoboy, dan bakiak. Karena diakui tiga permainan itu cukup sulit, butuh keseimbangan, kekompakan, serta ketepatan.
Acara yang digelar Forum Komunitas Peduli Sosial dan Pendidikan (Forkom PSP), mengajak masyarakat kembali bernostalgia melalui dolanan tradisional. Kegiatan tersebut digelar untuk memeringati Hari Anak Nasional (HAN).
“Bukan hanya anak-anak, masyarakat dewasa pun turut serta menjajal macam-macam dolanan tradisional yang ada di sini, mereka kangen dolanan tradisional yang kini sudah mulai terkikis oleh dolanan modern,” kata salah satu panitia sekaligus anggota Forkom PSP, Devi.
Koordinator Forkom PSP, Dodi Susetiadi menambahkan, permainan tradisional ternyata masih menjadi favorit di tengah era digital. Di mana orang dewasa maupun anak-anak sibuk dengan gadget.
Kegiatan Forkom PSP tersebut bukan kali pertama digelar. Sebelumnya, pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), pihaknya menggelar acara serupa yang lebih beragam.
Dodi, yang akrab disapa Odi mengaku, gobak sodor dan ular naga panjang sengaja dihilangkan, karena sepi peminat dan butuh arena luas. Masyarakat lebih tertarik dengan permainan bermedia (menggunakan alat-red).
            Kurangnya peminat dolanan tradisional saat Hardiknas, membuat panitia Forkom PSP mencari cara agar masyarakat, terutama anak-anak, tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut. Salah satunya melalui ‘iming-iming’ jajanan dan minuman gratis.
            Syarat pemberian jajanan, setiap anak harus mencoba minimal satu permainan. Panitia akan memberikan lembar kertas yang berisi tulisan nama dolanan tradisional yang bisa dicoba. Usai mencoba, panitia membubuhkan tanda centang pada salah satu nama permainan yang telah dimainkan. Si anak harus mendapatkan tanda tangan penanggung jawab acara sebelum menukarkan kertas tersebut. Dengan bekal lembar kertas itulah, anak-anak bisa menikmati jajan gratis yang disediakan panitia dan sponsor.
            “Sekarang lebih banyak peminatnya jika dibandingkan saat Hardiknas, dulu anak-anaknya masih malu. Kalau sekarang lebih berani, mungkin karena iming-iming jajan itu,” ungkap Dodi. (RES-)
            
Share:

2 comments:

Rahmat Petuguran said...

Laporanmu nyaman sekali dibaca, Resla. Saya suka.

Resla Aknaita Chak said...

Suwun, Pak. Masih belajar, mohon masukan. :-)