Sunday, 20 December 2015

203 #9

Aku sedang menyisir rambut ketika ia datang untuk menjemput. Seperti biasa, di depanku tak pernah sekalipun ia memujiku cantik. Hanya sesekali ia bilang, “Matamu bagus,”; “Bibirmu, aku suka,”; atau, “Rambutmu…”. Selebihnya, biasa saja. Tetapi, kudengar dari mulut orang-orang, ia tak pernah berhenti membanggakanku di depan orang banyak.

Dasar laki-laki, tinggi gengsi.

Dalam bekal berwarna merah jambu yang kubawa, aku tak membiarkannya terlambat makan. Hampir setiap hari aku memasak untuknya, saat sarapan ataupun makan malam. Tetap saja, tak pernah sekalipun ia bilang masakanku enak. Paling mentok ia hanya bilang, “Lumayan.”. namun, bagiku tak masalah ketika melihatnya menghabiskan masakanku tanpa jeda minum.

Begitulah.

Ia tak pernah menggamblangkan apapun di depanku. Segalanya pragmatik dan semiotik. Dari sinilah, aku dituntut kejut di setiap denyut.



Berkali-kali kubilang, ia tak pernah habis kejutan.
Mulai dari konser Endah N Rhesa saat senja, hingga konser Mocca di tempat VVIP.

Lalu, kapan kau mengajakku ke konser Maliq & D’Essentials, Mas?




Desember, 2015.
Sudah kubilang,
tak ada perempuan sebahagia aku. Dan tak ada laki-laki semahir kau.


Share:

0 comments: