Aku menulis ini
tatkala intro “Sampai Jadi Debu” milik Banda Neira mengalun.
Semoga, ketika kau
membaca, gejolak di hatiku yang menujumu bisa kau tangkap tanpa meleset.
Ujung dari sebuah ikatan adalah aku, kau, beserta seluruh
lapisan sosial yang mengelilingi kita. Keberanianmu membawa jiwa-jiwa mengetuk
pintu rumahku, adalah hal yang sungguh mengharukan sekaligus mendebarkan.
Detik-detik percakapan yang tercipta adalah kidung asmara
yang bukan hanya kau dan aku yang menyanyikan. Kau merengkuhku, aku mempereratmu.
“Selamanya, sampai
kita tua, sampai jadi debu. Ku di liang yang satu, kau di sebelahku...,”
Ya, bagian ini kutulis ketika lirik itu mengalun.
Kita, adalah hati yang hanya dipisahkan sekian kilometer
jarak. Semakin luas cakupan ikatan kita, semakin luas pula jarak yang
menjembatani kau dan aku. Kau dan mimpi barumu di Ibukota, bukanlah suatu hal
yang harus kutakuti. Aku bangga. Kau juga, aku tahu.
Sejauh kau rantau, akulah tempatmu pulang. Senyaman kau
berada di rumah sewa, akulah rumah sebenar-benar rumah. Pulanglah ketika
rindumu memuncak dan tak sanggup kau bendung. Tumpahkan padaku.
Semarang, April 2018
Kau langlang, aku
tualang.
Sampai bertemu di
ranjang.