Thursday, 28 January 2016

203 #10

Sepuluh. Satu tingkat di atas angka dasar paling sempurna dalam sejarah seni berhitung. Aku menyebutnya angka dasar, sebab yang kutahu ada istilah kata dasar dalam seni berbahasa, istilah nada dasar dalam seni musik, dan istilah warna dasar dalam seni rupa.
Seni berhitung. Aku membuatnya terdengar lebih estetis. Jika mereka tak setuju, aku bisa membela diri dengan licencia poetica.
Kau: seni dari segala seni. Aku membuatmu terdengar lebih menawan. Jika mereka tak setuju, kusarankan agar mereka mengenalmu lebih dalam. Tetapi, hati-hati kalau sampai jatuh hati. Kupaksa kalian angkat kaki.
Kau memang menawan.

Pukul 01.52
Ketika terbangun saat dini hari seperti ini, sering aku memikirkan sedang apa kau sekarang. Mungkin sedang bermimpi dengan posisi badan meringkuk sebab kedinginan. Pipimu yang sering menjadi lahan untuk bibirku tinggal pasti sedang beradu dengan sarung bantal buluk yang kau cuci seingat sekali, dan ketika bangun nanti yang tertinggal hanya bekas lipatan sarung bantal yang tak beraturan pada pipi kanan.
Aku tersenyum. Gemas sendiri.
Atau mungkin, justru kau sedang berusaha keras untuk tidur. Tak ada posisi tidur yang membuatmu nyaman. Lalu, kau memilih ke ruang tamu. Menyalakan TV. Mengganti channel TV berulang kali. Tak ada yang menarik. Lalu, kau mengambil sebatang rokok. Terdengar suara pemantik api. Merasa lebih baik. Kau masuk ke dalam kamar. Mendengarkan lagu. Belum juga tidur.
Aku lemas. Cemas sendiri.

Baru beberapa menit kau sudah membuatku gemas sekaligus cemas.

Pukul 02.03
Mungkin aku harus kembali tidur agar gemas dan cemasku segera lepas.
Dan ketika pagi nanti, kau akan membuka mata dengan selamat pagi dari wanita yang selalu kau buat bahagia setiap harinya. Aku tahu kau selalu menunggu itu.
Rutinitas sejak awal menetas.

Januari, 2016.
Entah dzat apa yang terkandung dalam tarikan simetris ujung bibirmu.
Formula rahasia jenis apa yang terkandung dalam sorot tajam milikmu.
Aku suka. Amat sangat suka.

Kau membuatku jatuh cinta tiap hela.
Share:

Matimu-Matimuda

Pelurunya tepat di dada sebelah kiriku
Suaranya menggelegar
Gempar
Terdengar hingga ke seberang pintu
Namun anehnya yang mati ia sendiri
Kulihat tak ada darah mengucur
Tak ada sayat terukur
Senjata pun masih rapih dalam genggamnya
Ia mengerang
Aku sanksi
Tetapi
Ini bukan mimpi
Dan aku tidak sedang mengajak diskusi
Kini, matanya tertutup perlahan
Ia mati
Aku sanksi lagi
Tetapi, lagi-lagi
Ini bukan mimpi
Dan aku tidak sedang mengajak diskusi
Ia benar-benar mati oleh senapan
Senapan bayangan
Kenangan


Gg. Kenanga 21 Desember 2015.
Share:

Monday, 18 January 2016

Bijaksana-Bijaksini

Setahu saya yang perlu dibagi adalah bahagia, bukan sengsara. Namun, kenyataan yang saya lihat saat ini berbeda. Memang ada beberapa orang yang masih melakukan hal tersebut (berbagi kebahagiaan), termasuk saya. Tetapi, lebih banyak orang yang justru melakukan sebaliknya.

Mereka hidup di jaman yang serbaterbalik.
Sedangka saya, hidup di jaman ketika berbagi bahagia malah dibilang pamer.

Begini,
Sepaham saya, predikat pamer muncul ketika seseorang merasa tak senang akan kebahagiaan seseorang yang lain. Dan untuk menutupi rasa iri mereka, maka mereka menyematkan predikat pamer kepada mereka yang senang berbagi bahagia.

Berbagi bahagia yang saya maksud di sini adalah berbagi dalam arti yang sebenarnya tanpa melebih-lebihkan cerita yang ada.

Maka, jangan heran ketika tak ada yang mau mendengar sengsaramu ketika kau pun enggan membagi bahagiamu.

Bijaklah dalam berbagi.
Bijaklah dalam menerima.
Bijaksana.
Bijaksini.




Semarang, 17 Januari 2016
"People nowadays,
don't know the true meaning of friendship and loyalty."
-unknown


Share:

Wednesday, 6 January 2016

Desember-Januari

Aku Desember. Kau Januari.
Kita jauh dalam kalender.
Namun, kita dekat. Lekat.

Pergantian ku- dan -mu selalu semegah kembang api dan semeriah suara terompet dini hari.



December gone.
January comes.
Welcome to your month, my January man.
Share:

Sampah!

          Bagi sebagian orang, hidup itu kompetisi. Ajang unjuk gigi. berlomba menjadi yang paling tinggi. Tak peduli meski harus membunuh teman sendiri. Seperti jagung yang berlomba saling loncat untuk sekadar jadi popcorn pengusir penat saat nonton film berat dan hanya berakhir jadi berak.

          Lalu, yang sebagian lagi menganggap bahwa hidup ini adalah sebuah proses. Proses untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Tentunya, setiap kepala memiliki cara yang berbeda. Dan dari cara yang berbeda, akan menciptakan hasil yang beraneka rupa.

          Hidup itu pilihan.

          Ada yang memilih menjatuhkan orang lain di depan banyak orang dengan tujuan ingin meninggikan dirinya sendiri. Menceritakan kepada orang lain tentang kebenaran yang belum pasti.

          Sama halnya dengan yang terjadi pada saya. Saya tahu betul apa yang mereka bicarakan tentang saya, kehidupan pribadi saya, bahkan keluarga saya.

          Telinga saya ada dimana-mana.

          Sakit hati? Pasti.

          Tetapi, saya selalu percaya bahwa kita tak perlu susah payah untuk membuktikan bahwa kita tidak salah. Karena Tuhan sendiri-lah yang akan bekerja tanpa perintah. Dan saya membuktikan hal itu.

          Ia terus menyerang saya dari belakang. Tetapi, saya pikir, hidup yang ia jalani saat ini bukanlah hidup yang ia inginkan. Ia ingin hidup yang saya punya sekarang. Saya tahu betul.

          Tetapi tenang. Saya bukan pendendam.
          Telinga saya memang ada di mana-mana. tetapi, tidak dengan mulut saya. Aibmu aman.





          Namun, anehnya, di depan saya, ia masih bisa tersenyum dan bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa.
Ternyata begini wujud fake people yang sebenarnya.

          Ya, Tuhan...

Share:

Little Pieces of A Big Gift

Film,
Tulisan,
Jalan-jalan,
Burger,
Ice cream,
Apel,
Kado,
Steak,
Waktu,
Kasih sayang,
Keringat dan ide ia simpan untuk hari ini. Tak ada tangan lain, tak ada otak lain.

Jangan bilang kalau ini tak seberapa, mas.


21 desember 2015
Aku hampir gila.


Aku ingin membagi bahagia agar tahan lama. So, click this Film and Skenario 
Enjoy it!

Share: