Sepuluh. Satu tingkat di atas angka
dasar paling sempurna dalam sejarah seni berhitung. Aku menyebutnya angka
dasar, sebab yang kutahu ada istilah kata dasar dalam seni berbahasa, istilah
nada dasar dalam seni musik, dan istilah warna dasar dalam seni rupa.
Seni berhitung. Aku membuatnya terdengar
lebih estetis. Jika mereka tak setuju, aku bisa membela diri dengan licencia poetica.
Kau:
seni dari segala seni. Aku membuatmu
terdengar lebih menawan. Jika mereka tak setuju, kusarankan agar mereka mengenalmu
lebih dalam. Tetapi, hati-hati kalau sampai jatuh hati. Kupaksa kalian angkat
kaki.
Kau
memang menawan.
Pukul 01.52
Ketika terbangun saat dini hari seperti
ini, sering aku memikirkan sedang apa kau sekarang. Mungkin sedang bermimpi
dengan posisi badan meringkuk sebab kedinginan. Pipimu yang sering menjadi
lahan untuk bibirku tinggal pasti sedang beradu dengan sarung bantal buluk yang
kau cuci seingat sekali, dan ketika bangun nanti yang tertinggal hanya bekas
lipatan sarung bantal yang tak beraturan pada pipi kanan.
Aku tersenyum. Gemas sendiri.
Atau mungkin, justru kau sedang berusaha
keras untuk tidur. Tak ada posisi tidur yang membuatmu nyaman. Lalu, kau
memilih ke ruang tamu. Menyalakan TV. Mengganti channel TV berulang kali. Tak ada yang menarik. Lalu, kau mengambil
sebatang rokok. Terdengar suara pemantik api. Merasa lebih baik. Kau masuk ke
dalam kamar. Mendengarkan lagu. Belum juga tidur.
Aku lemas. Cemas sendiri.
Baru beberapa menit kau sudah membuatku
gemas sekaligus cemas.
Pukul 02.03
Mungkin aku harus kembali tidur agar
gemas dan cemasku segera lepas.
Dan ketika pagi nanti, kau akan membuka
mata dengan selamat pagi dari wanita
yang selalu kau buat bahagia setiap harinya. Aku tahu kau selalu menunggu itu.
Rutinitas sejak awal menetas.
Januari, 2016.
Entah dzat apa yang terkandung dalam tarikan
simetris ujung bibirmu.
Formula rahasia jenis apa yang terkandung dalam
sorot tajam milikmu.
Aku suka. Amat sangat suka.
Kau membuatku jatuh cinta tiap hela.