Kertas-kertas berserakan, laptop masih menyala dengan alunan lagu yang sengaja kau setel lirih, serta asbak yang penuh putung rokok. Kau? Lagi-lagi kau tertidur di sofa, kelelahan menungguku pulang. Maaf sayang, bahkan untuk mengingatkanmu membawa bantal dan selimut pun aku tak sempat. Ijinkan aku merapikan pekerjaanmu. Biarkan aku membawakan bantal dan selimut untukmu selagi aku memasak, menyiapkan makan malam kita yang sudah sangat terlambat. Aku janji, akan kubangunkan kau dengan pelukan dan ciuman untuk makan malam di tengah malam kita.
Aku
yang bepergian, kau yang mengantarkan.
Aku
yang kebingungan, kau yang menenangkan.
Aku
yang kepanasan, kau yang mencairkan.
Aku
yang kekanakan, kau yang mendewasakan.
Aku yang pecicilan, kau yang penuh
pemakluman.
Sesekali aku membenarkan letak cincin di jari kiriku
yang sebenarnya tak salah apapun. Entah karena gugup atau salah tingkah.
Kubiarkan hujan turun dari mataku yang sudah sedari tadi mendung. Tak ada
sanggahan yang keluar dari mulutku, karena memang tak ada yang perlu
disanggah. Hanya sesenggukan tak
beraturan yang mengiringi ceriteramu. Sore itu, kau menguasai panggung kita.
Aku
yang membuat kesalahan, kau yang coba membenarkan.
Aku selalu tahu, setelah itu kau akan memelukku
lembut. Pun aku selalu tahu, kau tak pernah ingin meihatku dalam keadaan
seperti itu. “Kau harus tahu, dalam hatiku bergetar waktu kutahu kau terluka
saat aku buatmu menangis, buatmu bersedih, inginku memelukmu dan ucapkan maaf.
Maafkan aku,” ucapmu bersekongkol dengan Jan melalui lagu.
Kau selalu berhasil mebuatku tak ingin melepaskanmu
yang penuh cara unik untuk tak melepaskanku.
Hari ini aku
pulang, tak lagi meriang.
Minggu depan, giliran kau yang pergi, aku meriang
lagi—
Semarang, 20
Oktober 2016
Kau tertidur pulas ketika aku sedang mengeja
rindu-rinduku.
Kupandang lamat-lamat rautmu yang kelelahan
menghitung rindu yang belum selesai kau jumlahkan.
Aku berani taruhan, rinduku dan rindumu akan
seimbang jika ditimbang.
“Tuhan, ijinkan aku memiliki lelaki ciptaan-Mu yang
paling menawan ini,” ucapku membiarkan rindu kita berbaur hingga tak mampu
dihitung dengan kalkulator merek apapun.
0 comments:
Post a Comment