Friday, 14 October 2016

203 #18




Suaramu membawa rindu-rindu ini kian memuncak. Merdu. Layaknya kicau burung yang menandakan bahwa malam telah berganti pagi. Aku menikmatinya sambil memejamkan mata. Suaramu menyiksa dan mencumbuku bersamaan, menjadikan rindu tak habis ini menjadi puing-puing puisi pagi.

Aku menciumi aromamu di tiap goresan tinta hitam yang beradu dengan kertas putih bergaris. Miris. Tak ada yang benar-benar mengobati ini. Tulisan-tulisan ini hanyalah obat penenang yang bekerja kurang dari 24 jam.

Kau, seperti film yang tak pernah bosan kuputar berulang-ulang. Seperti buku yang tak pernah jenuh kubaca berpuluh-puluh. Seperti puisi yang tak pernah habis kutulis. Sebab, selalu ada hal baru yang kutemui tiap kali menyentuh kembali. Kau, candu—



September 2016
Aku meriang, ingin cepat pulang—
Share:

0 comments: