Suaramu membawa
rindu-rindu ini kian memuncak. Merdu. Layaknya kicau burung yang menandakan
bahwa malam telah berganti pagi. Aku menikmatinya sambil memejamkan mata.
Suaramu menyiksa dan mencumbuku bersamaan, menjadikan rindu tak habis ini
menjadi puing-puing puisi pagi.
Aku menciumi
aromamu di tiap goresan tinta hitam yang beradu dengan kertas putih bergaris.
Miris. Tak ada yang benar-benar mengobati ini. Tulisan-tulisan ini hanyalah
obat penenang yang bekerja kurang dari 24 jam.
Kau, seperti
film yang tak pernah bosan kuputar berulang-ulang. Seperti buku yang tak pernah
jenuh kubaca berpuluh-puluh. Seperti puisi yang tak pernah habis kutulis.
Sebab, selalu ada hal baru yang kutemui tiap kali menyentuh kembali. Kau,
candu—
September 2016
Aku meriang, ingin cepat pulang—
0 comments:
Post a Comment