Serupa gincu. Denganmu aku warna-warni. Tanpamu aku pucat pasi.
Melamun di tengah hari tatkala awan sedang asyik bergumul dengan matahari. Sesekali mendung datang melerai. Membikin adem penonton yang dipermainkan cuaca. Aku berdeham, sepertinya ada yang lancang masuk ke tenggorokan. Lamunanku tamat sudah.
Kucari-cari air putih yang serupa denganmu; menyehatkan dan bikin segar. Kutenggak habis agar aku dapat melanjutkan lamunan tengah hari di dalam kamar yang terkunci. Kau tahu? Melamunkanmu seperti berenang di lautan biru yang luas dan bebas. Aku tak bisa berenang, tetapi aku bisa menyelam dan menyeberang. Sebab, begitu melamunkanmu, keajaiban datang sejalan keinginan.
Kuambil selimut yang serupa denganmu; lembut dan menghangatkan. Dililit selimut layaknya dipeluk kau; nyaman dan bikin ketiduran. Aktifitas melamunkan kau yang se-asyik ini membikin si Rindu bangun, "aku rindu," sambil mengerjap-ngerjapkan mata, suaranya yang berat karena baru bangun tidur itu memecah ruangan. Ia mengucek-ngucek matanya, "dan ingin balik dirindui," ia menyempurnakan.
Kudengar ada yang mengetuk pintu depan. "Rindunya ada?" Ah, rupanya yang dirindui Rindu datang untuk membayar rindu. Ialah Kangen.
Aku hambur ke pelukmu.
Semarang, 20 Juli 2017
Akulah Rindu yang merindui Kangen; kau.
0 comments:
Post a Comment