kaki-kaki kecil berlarian,
tanpa alas kaki,
rambut aroma matahari,
singlet putih melati,
tawa rendah hati.
putih,
suci,
ingin diulangi.
tangan lembut mengikuti,
mangkuk sup,
daster coklat kucam,
renjana,
tenteram,
sudi,
tak usai.
masa renik,
adalah kelegaan,
tak ada rumit kemacetan jalan,
tak ada tugas bertimbun,
tak ada kepatah-hatian,
sebab,
kala itu,
cinta tumbuh tanpa meminta kembali.
indah, ya.
iya,
namun tak abadi,
sebab, manusia tumbuh,
menjadi apa yang dimau,
lalu lupa,
pada masa suci,
penuh kasih,
yang saat dewasa justru dicari-cari.
lalu,
kemana perempuan dengan mangkuk sup di tangan yang mengikutimu berlarian kala dulu?
itu,
adalah ibu,
sang pekerja kasih,
tak ingin dibayar,
tak bisa ditukar.
ΔΔ
Sebuah puisi —respon, untuk lagu @monitatahalea - "Sesaat yang Abadi".
19.11.19
0 comments:
Post a Comment