Tuesday, 30 April 2019

Utuh

kerumunan menyepi, aku merayau.
racau memelan.
ini bukan sepi, bukan sunyi, bukan mati.
aku hilang, mencari tenang, meninggalkan kenang, menanggalkan rambang.
atas nama lampu-lampu yang berkedip dan musik berdipdip, aku ingin kembali pada tubuhku
—yang rindang.
di sana ribuan kenang timbun.
memapahku pada pelukan ibu dan nasihat-nasihat bapak.
aku menemukan harapan pada air mata ibu,
yang diusap punggung tangan bapak yang penuh gurat rindu.
lagi-lagi aku siuman,
betapa kosong membawaku pada harapan-harapan yang tak kunjung usai.

1 Mei 2019
Share:

Saturday, 20 April 2019

203 #49

kau-pukau-aku-paku.

Aku tidak suka pantai, tapi aku doyan melihat pantulan surya di bibir samudra. Rona mambang kuning pada ujung segara ialah pembuai ulung.
Bersamaan, suara debur yang mendengkur membawaku mendekat. Lidah laut menyentuh kulitku. Sayup bayu mengayunkan kainku.

nyatanya,
aku tak pernah sedamai ini di tempat yang tak kusukai. Tak kusukai, bukan benci.
seringkali, satu hal buruk datang, merusak ribuan kebahagiaan.
laut semakin menelanku, bersama ketakutan-ketakutan di belakangku.
aku tak pernah seberani ini di tempat yang kutakuti. Takut, bukan ciut.
acapkali, mimpi-mimpi kita datang dari sudut yang tak terbayangkan.
laut telah menyatu denganku.
kerapkali, rencana-rencana justru sedang bekerja menjadi pembunuh.
kadang-kadang, kenyataan membuat kita sadar bahwa manusia sedang membunuh dirinya sendiri melalui rencana-rencana di kepala.

surga barangkali, neraka bisa jadi.
tak ada yang tahu pasti, sekalipun kekasih yang lebih dulu mati.
luka nyata, duka niscaya.
sebab bahagia tak pernah utuh, pun lara tak pernah benar-benar jauh.

aku utuh,
berserah pada sang mahaseluruh,
padamu,
jantungku,
rencana-rencanaku tumbuh.


April 2019
Share:

Sunday, 14 April 2019

Peluk dan Air Mata

malam tadi ia tidur dipeluk air mata.
ia berusaha menarik ingatannya kembali ke kepala, percuma.
lelah, ia tertidur terisak.
namun,
dalam lelap,
pelukan membawanya berplesir mimpi.
ke taman bunga asri,
sawah indah,
dan kota megah.


air mata,
tak pernah gagal menyampaikan,
pun,
peluk,
selalu berhasil menenangkan.


15 April 2019
Share:

Sunday, 7 April 2019

203 #48

sudah kukatakan sejak kali pertama tulisan-tulisanku bermuara padamu,
bahwa,
kita adalah huruf, yang saling padu dan satu.
aku dan kamu bercumbu pada kertas itu,
saling sandar, saling tumpu.
saling peluk hingga sampai pada ruang yang dituju.
kita adalah huruf, yang saling menggenapkan.
tak ada rumpang, tak ada ganjil.

selugas itu.

namun,
kadang-kadang aku buntu,
ke mana harus memandu rindu,
langsung kutujukan padamu,
atau kusimpan hingga bertemu?
tak pernah ada jawaban pasti yang kudapat.
sebab mau diapa-apakan pun rindu tetaplah nestapa.
aku ingin memestakan rindu di pelukmu,
menghitung kancing baju,
melukis di dadamu,
memejam di dekapmu,
dan mendengar detak yang berlomba dengan detik.
—pesta yang sungguh melipur.
sebab,
kaulah peluk,
pada tiap pelik.
mendekap,
maha-kedap.


sudah kukatakan sejak kali pertama tulisan-tulisanku bermuara padamu,
bahwa,
kita adalah huruf, yang saling padu dan satu.
aku dan kamu bercumbu pada kertas itu,
saling sandar, saling tumpu.
saling peluk hingga sampai pada ruang yang dituju.
kita adalah huruf, yang saling menggenapkan.
tak ada rumpang, tak ada ganjil.

selugas itu.

namun,
kadang-kadang aku buntu,
ke mana harus memandu rindu,
langsung kutujukan padamu,
atau kusimpan hingga bertemu?
tak pernah ada jawaban pasti yang kudapat.
sebab mau diapa-apakan pun rindu tetaplah nestapa.
aku ingin memestakan rindu di pelukmu,
menghitung kancing baju,
melukis di dadamu,
memejam di dekapmu,
dan mendengar detak yang berlomba dengan detik.
—pesta yang sungguh melipur.
sebab,
kaulah peluk,
pada tiap pelik.
mendekap,
maha-kedap.


Maret 2019
ini maret,
dan ini keempat,
memilin asmara tak pernah semudah bicara.

Share: