Thursday, 30 May 2019

[perihal merelakan]

pak, aku ingin pinjam hatimu yang sentosa,
yang cakap mengistirahatkan murka,
yang fasih mengemas lara.
bu, aku ingin pinjam hatimu yang tabah,
yang mahir menyimpan gelisah,
yang ahli memilah marah.
aku ingin genap menjadi kalian,
tapi,
pak,
bu,
belajar tanpa guru itu sulit,
aku selalu gagal meniru,
berkali aku bercermin,
tapi tak pernah seiring.
pak,
bu,
benarkah engkau berdua sentosa dan tabah?
benarkah engkau berdua cakap mengistirahatkan murka dan menyimpan gelisah?
benarkah engkau berdua fasih mengemas lara dan ahli memilah marah?
pak,
bu,
jangan diam,
aku butuh jalan.
genggam atau peluk,
aku sudah berkenan.
tak perlu bicara,
jika menurut engkau berdua kata-kata itu membinasakan.
pak,
bu,
dari balik selimut ini,
aku merayu tuhan,
agar yang kulihat ripah,
tak akan ripuh.
pak,
bu,
tak apa diam,
tak apa enggan menggenggam,
cukup aminkan.

Semarang, 22 Mei 2019
Share:

Sunday, 19 May 2019

203 #50

saling sangga, saling sungga. oleh ilah, akan alih.

telah ditagih rindu-rindu kita,
lunas sudah,
impas telah.
kini kita telanjang,
rebah di antara pengembaraan-pengembaraan lengang,
luputnya sedu,
lucutnya deru,
membawa ku-mu pada persimpangan kusut,
kita masih telanjang,
perlahan dibalut kenang,
ditiupkan nyawa atas keputusan-keputusan,
dalam genang,
kau-aku lahir berulang,
mencipta warna remang,
terang,
benderang,
kau-aku mencipta benang,
dari serat-serat keputusan,
yang prasaja tetapi bermakna,
yang genap sekaligus lengkap,
gemi,
nastiti,
ngati-ati.

Semarang, 20 Mei 2019.
Share:

[senjang]

kutemui kau pada lipatan ujung buku,
yang kuistirahatkan setelah mengalah pada lelah,
di sana, pada kata "beda", aku sengaja memberi jeda,
tersendat aku mencoba mengingat,
ada berapa jenis cinta?
getirnya tanya, getir nyatanya.

sebab katamu,
cinta itu memberi,
sedang kataku,
cinta itu menerima,
katamu,
cinta itu bersedia,
kataku,
cinta itu kesepakatan,
katamu,
cinta itu buta,
kataku,
cinta itu rela,
katamu,
cinta itu rasa,
kataku,
cinta itu makna,
katamu,
cinta itu aku,
kataku,
cinta itu siapa saja,
katamu,
cinta itu fana,
kataku,
yang fana itu kita.

kau diam, melawan kenyataan,
aku pilu, terlalu lama terjebak buntu,
yang memar tak hanya hati,
yang cedera bukan hanya mimpi,
aku menolak ringkih,
lukaku tumpang tindih,
segera rampung,
kembali ke kampung.
lalu menjawab tanya,
bahwa cinta tak memiliki rupa,
cinta itu luka,
terus kambuh pada tiap labuh,
hanya kepada cinta ia akan sembuh.

13 Mei 2019
Share:

Wednesday, 8 May 2019

[Siapa Tahu Besok Pagi Aku Mati]

sayup lalu senyap, ada yang menangkap tanda pada garit jejari ini.
di sana kebebasan sungguh merdeka, begitu lengang dan penuh makna.
aku ini diciptakan untuk menjadi keturunan adam yang tak takut menjadi tunggal.
bahwa hidup selalu berangkap dengan peristiwa, pertemuannya pun hampir-hampir tak bisa diterka.
ya,
hidup dan peristiwa memberi keyakinan bahwa tak ada musuh yang lebih berat ketimbang diri sendiri.
membenci, lalu mengumpat, kemudian melaknat, dan dilanjutkan dengan menyumpahi. proses yang membuat percaya bahwa tak ada lega yang lebih baka ketimbang berdamai dengan diri sendiri.
inilah seleksi alam dan diri. sungguh rumit, tapi definit.
tak akan lagi melihat diri serupa labirin. tak perlu tersesat sebab jalan keluar ada di tiap penjuru.
namun,
seringkali terngiang suara tawa mereka yang merobohkan. membikin dengung dan murung.
sial,
begitu membekas, nyeri, ngeri.
aku ingat,
bahwa,
aku ini diciptakan untuk menjadi keturunan adam yang tak takut menjadi tunggal.
maka aku tak akan terkubur sia-sia hanya karena mereka yang senang berlarian dalam labirinku.
selamat bermain-main dalam kesia-siaan.
kau kah seseorang yang bersedih itu? yang muram dan penuh dendam?

Mei 2019
Share: