Monday, 22 August 2016

203 #17


Tiba-tiba ia menjadi kekasih yang gampang cemburu, gampang kangen, gampang sensi, gampang bete. Ia bilang, “Aku marah sama diriku sendiri. Aku ngga bisa segampang kamu, bilang kangen sama aku. Aku kangen banget sama kamu. Tapi, nggak tahu cara nyatainnya. Jadi, yang keluar nggak karuan kayak gini.”

Ya, memang banyak yang harus dikorbankan dan dijaga di 2016 ini. Kami berdua sudah sama-sama tahu. Sialnya, rindu yang tak tahu diri ini justru tak mau tahu.

Menjadi seorang kuli tinta memang harus mengorbankan banyak hal. Waktu adalah salah satunya. Bekerja di jalanan dari terik hingga petang. Menulis hingga hampir tengah malam. Begitu seterusnya. Jika restoran siap saji punya jargon 24/7, saya punya yang lebih yahud, 25/8.

Tak masalah. Ia selalu punya cara untuk bertemu.

Dan, ya, aku tak pernah membayangkan memiliki seorang lelaki yang begitu mahir melakukan pekerjaan —yang seharusnya dilakukan— perempuan. Sialnya, masakannya lebih lezat ketimbang masakanku.

PETANG itu, aku diculik dari gedung bertingkat yang sudah terlihat tua. Kulihat ia membawa sesuatu dengan bau yang sungguh menggairahkan. Perutku meresponnya cepat.

Rupanya, ia memasak untukku. Aku bahagia bukan kepalang. Selain karena mendapat makanan gratis, aku merasa ia begitu memperhatikanku. Spaghetti yang dibuat dengan racikannya sendiri. Hm, does your man do this?

Tanpa berlama-lama, aku dibawanya ke tempat di mana kami bisa berbincang banyak. Untung saja tulisanku sudah sempat terselesaikan, bahkan sudah disunting pula.

Waktu yang tepat, bersama orang yang tepat. Ia menemaniku makan, aku menemaninya bercerita.

Setiap kali ia bercerita, rasanya wajahku memerah sebab terlampau tersipu. “Sekalipun sederhana, asalkan sama kamu itu sudah lebih dari cukup. Ibaratnya aku cuma punya motor, kamu cuma punya kulkas. Kamu masih bisa ngojek sekaligus bikinin aku es. Sesederhana itu,” ungkapnya.

Haru.

Waktu memang sedang menggoda kami. Tapi, kurasa ia salah sasaran. Laki-lakiku tak memusingkan kesulitan sua ini.

Omong-omong, rasa masakan dan ciumanmu sama-sama memabukkan. Aku semakin punya milyaran alasan untuk merindukanmu.



Agustus, 2016.
Tangan kananku mengarah pada gagang pintu kamar kita. Saat menemukannya, aku mendorongnya ke bawah dan terdengar derit yang sudah sangat kuhafal.
Di ranjang, kulihat kau meringkuk kedinginan. Kelelahan menungguku pulang. Setelah membersihkan diri, segera aku masuk dalam ringkukkanmu.
Jangan kaget ketika bangun nanti kau sudah dalam posisi memelukku, pun aku.
—Bahkan saat tidur pun kita tak ingin saling meninggalkan.

Terima kasih, kau selalu memberiku inspirasi untuk menulis serial 203 kita.


Share:

0 comments: