Ini musim hujan dan aku tak begitu menyukainya. Sebab segala yang kukenakan harus basah seketika padahal untuk memakainya harus kulewati menyikat bersih hingga menjemur di bawah matahari. Tetapi, kau lihat hujan yang beraturan dan tak membikin gaduh ini? Sungguh, hujan yang seperti ini yang membuatku menjadi seorang plin-plan sejati. Bagaimana tidak? Damai yang amat tentram ini kudapat dari butir air yang jatuh tepat di hati sang bumi yang terlanjur gersang dan tersakiti.
Damai yang menyimpan dingin. Kau yang tak habis kuingin.
Kulingkarkan jaket tebalmu yang lebih pantas disebut dress ketika sampai di tubuhku. Sesekali kurapatkan kedua telapak tangan dan kugosokkan berulang agar dingin ini tak begitu menyiksa. Tak ada kopi hangat apalagi perapian. Aku kedinginan dan kesepian. Tetapi kau, begitu hangat dan banyak bicara di kepala.
Kupakai kaos kaki agar hangat cepat-cepat menyerbuku. Sebab pernah kudengar nasihat agar selalu menjaga kaki untuk tetap hangat adalah kunci bagi hati yang tenang —selain beribadah tentunya. Aku memeluk diri sendiri sambil kukatakan padamu bahwa aku kedinginan.
Kemudian kau bilang, "Kupeluk kau dari kejauhan, sementara biar jaketku yang menemanimu bercumbu."
November 2017
Kepayang aku di tengah hujan.
0 comments:
Post a Comment