Sunday, 19 August 2018

203 #41

Lagi, stasiun menjadi saksi tumpah peluk dan ruah pelik sukma. Bahkan saat fajar belum membuka mata, aku sudah harus terjaga menyaksikanmu kembali ke ibukota.

Sekarang kau sedang di kereta, bersandar mencari kenyamanan, menghadap ke luar jendela. Aku tahu kau ingin tidur, tapi tunggu Sayang, aku menulis ini tengah malam untuk bekal sarapanmu di kereta. Sebab aku tahu, aku tak sanggup menyelesaikan masakan sebelum pukul 5 pagi.
Kau pasti mengantuk karena semalam susah tidur. Gelisah memikirkan aku, riuhnya kota, dan peliknya bekerja duabelas jam lebih di depan komputer; sedang kita saling jauh saling suluh. Diam-diam—

Tak ada yang susah dari hubungan ini. Apalagi jika restu sudah dikantongi. Tak perlu lagi bicara cinta sebab kita berdua sama pirsa.
Meminjam secuil lirik asoe ini:
"Namun satu yang kupaham dan kuharap kau pun juga. Cintaku walau tak terucap, hanya padamu. Ya, hanya untukmu. Ya, cuma kamu. Cuma kita yang tahu." —Man Angga (Ini Bukan Nosstress; Ya, Kamu)


Agustus 2018
Hidup bukan kejam, melainkan pemberi pelajaran ulung bahwa ada yang lebih keras ketimbang batu dan karang.

Share:

0 comments: