debur,
debar,
dan debu yang gusar.
pada kaca berdebu yang tak pernah bermigrasi, di sana, aku melihat ibu yang dirundung nota-nota belanja.
sedang cangkir blirik selalu setia di atas meja, menemani bapak, lebih setia ketimbang ibu yang merenungi angka-angka.
gelap dan panas,
bapak acapkali bercerita pada benda mati tetapi hidup di hadapannya.
melalui sesap, ia bercerita, alangkah bahagia tatkala kelegaan memancar usai perbincangan itu,
berkali-kali,
diulang-ulangi.
hujan semakin hangat,
si pembayun tak jua terlihat,
nista,
iba,
pada rumah yang tak punya wayah.
lindang,
lindap,
lingkap,
pak,
bu,
anakmu kehujanan pilu,
ingin pulang, tapi tersesat di jalan buntu.
—141018, Semarang.
*masa/waktu
0 comments:
Post a Comment