Meringkuk di sudut peluk, matanya mendelik di tengah
pelik. Ia enggan melepas lingkar lengan di pundakku. Ada yang muncul di sudut
matanya yang syahdu. Entah luapan rindu atau ungkapan sendu. Atau mungkin rindu
dan sendu yang menyatu. Aku tak tahu.
Ia mempererat jerat, “aku sulit bernafas,” ucapku
terbata.
“Mengapa?” tanyanya segera.
“Pelukanmu terlalu erat,” jawabku singkat.
“Bukan itu.”
“Lalu?”
“Mengapa kita harus selesai?”
“Pelukanmu terlalu erat,” jawabku lagi. Singkat.
Cepat.
Ia terdiam. Perlahan merenggang pelukan, tak lagi
kencang.
Matanya menatap mataku. Kurasa kini ia tahu.
Aku butir pasir yang jatuh dari jerat genggam yang
terlampau erat tanpa sekat. Tak bisa dipungut lagi. Tak bisa dicari lagi.
Semarang, 30 Oktober 2014; 11:30 pm
Hampir tengah malam
0 comments:
Post a Comment