Aku sedang menyisir rambut ketika ia
datang untuk menjemput. Seperti biasa, di depanku tak pernah sekalipun ia
memujiku cantik. Hanya sesekali ia bilang, “Matamu bagus,”; “Bibirmu, aku
suka,”; atau, “Rambutmu…”. Selebihnya, biasa saja. Tetapi, kudengar dari mulut
orang-orang, ia tak pernah berhenti membanggakanku di depan orang banyak.
Dasar
laki-laki, tinggi gengsi.
Dalam bekal berwarna merah jambu yang
kubawa, aku tak membiarkannya terlambat makan. Hampir setiap hari aku memasak
untuknya, saat sarapan ataupun makan malam. Tetap saja, tak pernah sekalipun ia
bilang masakanku enak. Paling mentok ia hanya bilang, “Lumayan.”. namun, bagiku
tak masalah ketika melihatnya menghabiskan masakanku tanpa jeda minum.
Begitulah.
Ia tak pernah menggamblangkan apapun di
depanku. Segalanya pragmatik dan semiotik. Dari sinilah, aku dituntut kejut di
setiap denyut.
Berkali-kali kubilang, ia tak pernah
habis kejutan.
Mulai dari konser Endah N Rhesa saat
senja, hingga konser Mocca di tempat VVIP.
Lalu,
kapan kau mengajakku ke konser Maliq & D’Essentials, Mas?
Desember, 2015.
Sudah kubilang,
tak ada
perempuan sebahagia aku. Dan tak ada laki-laki semahir kau.